Thursday, December 13, 2018

, , , , , ,

Summer Program Pt.2: Yuk, Study Exchange!

Foto dengan teman-teman Summer Program Creativity and Entrepreneurship. (Photo Credit: Chandra)


Jika ada part 1 maka seharusnya ada part 2 dan seterusnya. Sebelumnya ada niatan untuk tidak meneruskan tulisan mengenai Summer Program di Taiwan tetapi sudah lama judul ini bertengger di atas dashboard ku, menunggu untuk di edit dan kemudian untuk di post. Maka disinilah saya, karena kegabutan (habis minggu UAS coy!) akan menciptakan sebuah tulisan dan opini. Dengan rentang 6 bulan dari postingan pertama, sebenarnya ada kemungkinan postingan kali ini  tidak terlalu berhubungan dengan postingan sebelumnya. 

***
Sebagai seseorang anak rantau yang memanggil kota Batam sebagai rumah maka sudah tidak asing lagi bagi saya untuk mengunjungi negara tetangga seperti Singapura ataupun Malaysia. Punya passport di Batam itu sudah 'seharusnya'  karena akan benar-benar sangat disayangkan apabila orang Batam tidak pernah sekalipun main ke negara tetangga (read: Singapura) yang notabene 35-45 menit dari Batam by ferry (Makin lama makin singkat deh perjalanannya kesana). Yah, intinya sih saya pernah ke luar negeri. Dengan keluar negeri kita bisa mengenal budaya baru di luar budaya keseharian kita, namun sebenarnya kalau konteksnya liburan pasti jarang sekali untuk berinteraksi dengan penduduk disana. Yang selama ini saya perhatikan adalah orang-orang cenderung sibuk sendiri dengan kegiatannya ketika sudah diluar sana. Personally, saya sendiri juga begitu.

Kemudian ketika saya duduk di bangku perkuliahan, saya terinspirasi dengan kating saya yang pernah keluar negeri untuk study exchange. Ini mendorong saya untuk kemudian menetapkan "Study Exchange" sebagai salah satu goals saya selama menjadi mahasiswa, entah itu bagaimana pada saat itu saya hanya punya satu tujuan, yaitu untuk merasakan suasana belajar di negeri orang. Karena tidak memungkinkan bagi saya untuk mengambil pertukaran selama 6 bulan, saya sangat beruntung pengumuman mengenai Summer Program di Taiwan ini muncul suatu hari di notif line saya. Kebetulan ada rasa affinity yang gede sekali dengan program ini, lalu dengan tekad dan niat yang kuat langsung tatak daftar dan urusin semua syarat administrasinya. Memang ribet ngurusin administrasi apalagi di tengah-tengah libur semester, but everything will be worth it. Akhirnya, goals saya kesampaian.

Jujur, dengan hanya 1 bulan sebenarnya tidak cukup untuk merasakan suasana belajar di luar negeri karena pada summer program ini pun kita tidak ada ujian ataupun pemberian nilai seperti pada kuliah seharusnya. Apakah kuliah hanya sebatas mencari nilai? Kurasa tidak, tentu tidak, namun sudah dari zaman entah kapan nilai IPK merupakan syarat untuk mencari kerja dan dengan tidak adanya tuntutan seperti itu (apalagi ini di luar negeri), sangat jarang untuk kita belajar. I mean, bahkan ada percakapan seperti berikut ini dengan temanku:

X: Hei, kita mau jalan ke bla bla bla bla. Mau ikut?
A: Wah, rasanya menarik. Tetapi maaf, aku mau mengerjakan tugas dari dosennya. 
A: Wah, maaf. Aku ada kerja kelompok sama temanku. Besok kami presentasi.
A: Maaf, gak bisa, bla bla bla bla.
...
X: Oh ya, tidak apa. Namun apakah kamu tidak menyayangkan untuk tidak keluar dan explore Taiwan selagi kamu disini? Ngapain belajar ngoyo gitu disini? Santai aja kali. 
A: ....


Iya, ada percakapan seperti itu di suatu waktu selama saya berada di Taiwan. Terutama pada dua minggu pertama saat saya mengambil course Artificial Intelligence yang selalu bolak balik mencoba kodingan, mendownload materi, dll untuk kemudian saya lupakan seterusnya karena saya gak mencoba-coba lagi ketika kembali ke Indonesia mainly karena saya belum ada waktu untuk kerjain dan juga karena belum membutuhkan ilmu tersebut pada saat perkuliahan ini (Alasan!). Anyway, saya tentu ada jalan-jalan tetapi saya juga berusaha untuk belajar ketika disana dan yang bisa saya bandingkan dengan perkuliahan ketika saya di Indonesia dan berada di Taiwan sebenarnya tidak jauh beda. Rupanya baik Indonesia ataupun negara lain (Taiwan) memiliki dosen yang cara ngajarnya sebenarnya gak jauh beda amat, sama-sama pakai PPT untuk menjelaskan (ini tergantung dosen sih, ehe), kadang ada dosen yang membosankan juga, dll. Walaupun fasilitas dari universitas luar negeri (Asia University) menawarkan banyak hal dibandingkan universitas saya saat ini dan mereka juga memiliki kebudayaan yang worthy untuk diterapin (istirahat 10 menit setiap 50 menit kelas, ditandai dengan adanya bel setiap waktu istirahat dan waktu kuliah harus dimulai).

Namun saya sadar ini kembali ke diri masing-masing sebagai seorang mahasiswa. Sampai sekarang ini, masih ada banyak fasilitas kampus yang tidak saya manfaatkan dalam proses pembelajaran saya. Melalui percakapan saya dengan teman-teman dari berbagai negara pun, saya sadar bahwa pada umumnya  hampir setiap perguruan tinggi itu sama (setidaknya dengan universitas saya, karena hanya itu pembanding saya). Setiap mahasiswa pun dapat menemukan kekurangan dari perguruan tinggi mereka masing-masing. Saya yang dulu pikir,

"Ah, universitas itu kan reputasinya bagus sekali, pasti dosennya bagus. Pasti cara ngajarnya bagus. Pasti bla bla bla."

 Oh, tidak. Tidak seperti itu, Sayang.

Rupanya ada juga 'kasus-kasus' dimana teman saya dari universitas tersebut menemukan dosen yang tidak bisa mengajar dengan baik, mata kuliah yang tidak jelas, dll sama seperti apa yang saya temukan di universitas saya (btw, ini gak selalu terjadi, tetapi cukup sering juga). Kalau universitas A dan universitas B memiliki hal seperti ini, maka kenapa lulusan dari A dan B itu juga bisa beda? Nah, disini saya melihat bagaimana teman-teman saya dari luar negeri belajar dan mengerjakan tugas mereka. Sebagai seorang individu, teman-teman yang saya kenal melalui program ini merupakan teman-teman yang luar biasa keren. Mereka pintar, kerja keras, kreatif, inovatif, dll. Berada di antara mereka membuat saya merasa saya masih jauh ketinggalan dan ini bukan karena asal negara ataupun universitas. Ketika saya berbincang-bincang dengan mereka, saya jadi tahu bahwa mereka sangat sering otodidak. Ketika saya tanya:

"Wah, kok bisa gitu sih? Kamu belajar dari jurusan mu ya?"



maka jawaban yang paling sering saya dengar adalah,

"Gak sih, aku belajar sendiri. Aku memang dapat dasarnya, tetapi untuk bisa gini-gini aku harus bla bla bla bla" 

Dan jawaban ini terkadang membuat saya malu sudah menyandang gelar 'MAHA'siswa karena pada dasarnya ketika sudah menjadi mahasiswa, "kelas bukanlah satu-satunya media pembelajaran" (Quote dosen saya, Pak Akif). Kita harus belajar diluar itu dan terus menerus broaden our horizon

Group 2 yang terdiri dari teman-teman dari India, Indonesia, Thailand dan Singapore (dari kiri ke kanan)
Oleh karena itu, saya termasuk beruntung mendapatkan kesempatan untuk berbagi cerita dan pengalaman dengan teman-teman saya yang berasal dari berbagai belahan dunia. Saya beruntung untuk terus mendapatkan teman kelompok dan sekamar yang sangat diverse sehingga saya selalu bisa mendengar cerita-cerita seru dari negara mereka masing-masing. Walaupun dalam satu bulan summer program, saya tidak bisa menyerap semua materinya namun saya mendapatkan pengalaman, teman-teman baru serta pandangan baru yang sangat berharga. Sampai saat ini pun, saya masih ketagihan untuk keluar negeri selagi saya masih seorang mahasiswa. Mungkin summer program ini adalah pengalaman exchange saya yang pertama dan terakhir (semoga tidak) sebagai seorang mahasiswa S1. Namun semoga kedepannya saya terus berkesempatan untuk berinteraksi dengan teman-teman di seluruh dunia.

-AL


Share:

0 comments:

Post a Comment