Japanese Cherry Blossom. Courtesy of CandleScience |
Sepanjang sejarah manusia, kita banyak menemukan
perumpamaan terkait tumbuhan oleh para pemikir besar pada zamannya. Hal ini
disebabkan sifat-sifat yang dimiliki oleh tumbuhan dapat dikaitkan dengan
kehidupan manusia secara umum. Para pemikir ini memiliki satu kesamaan, yaitu
mereka telah melakukan pengamatan terhadap tumbuhan sehingga mereka mengetahui
ciri khasnya dan dapat membuat perumpamaan maupun filosofi dari tumbuhan
tersebut.
Salah satu filsuf dari India, Buddha Sidharta Gautama
- guru bagi para umat Buddhis - pernah mengumpamakan karma yang dibuat oleh
manusia layaknya benih sebuah tumbuhan. Bunyi khotbah sang Buddha pada saat itu
adalah:
“Sesuai
dengan benih yang ditabur, demikian pulalah buah yang dituai. Pembuat kebajikan
akan mendapatkan kebajikan, dan pembuat kejahatan akan menerima kejahatan pula.
Tertaburlah olehmu biji-biji benih, dan engkau pulalah yang akan memetik
buah-buah daripadanya.”
Karma sendiri merupakan hukum sebab akibat, yang
artinya apabila seseorang berlaku, berpikir, dan berucap baik maka ia akan
mendapatkan akibat yang baik pula, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu,
sang Buddha menggunakan perumpamaan benih atau biji tanaman yang merupakan asal
usul dari sebuah tumbuhan. Ini menyimbolkan awal dari sebuah perbuatan baik
ataupun buruk dan apabila perbuatan itu diteruskan maka kita pula yang akan
memetik buah hasil perbuatan kita. Seperti tumbuhan yang tumbuh dari
benih-benih apabila kita sirami air, beri matahari yang cukup dan merawatnya
dengan baik maka tumbuhlah bunga atau buah daripadanya. Buah yang tumbuhpun
tidak akan beda dengan benih yang telah ditanam, artinya apabila kita menanam
biji jeruk maka biji tersebut akan tumbuh menjadi pohon jeruk dan seterusnya
untuk tumbuhan lain. Pohon jeruk pun tidak akan pernah tumbuh dari benih lain
selain benih jeruk, ia tidak akan datang dari benih buah apel, stroberi, dll.
Ada juga sebuah istilah dari Jepang yang menggunakan
perumpamaan dari tumbuhan yaitu, “oubaitori” (桜梅桃李)
yang merupakan karakter kanji untuk empat bunga yang umumnya tumbuh pada saat
musim semi di Jepang yaitu pohon sakura, pohon plum, pohon peach dan pohon
apricot. Keempat pohon bunga ini memiliki perbedaan pada musim puncak mekar, bentuk
petal, warna dan cara bunga tersebut melekat pada cabang pohonnya. Makna dari
empat karakter ini adalah manusia tidak semestinya membandingkan dirinya dengan
yang lain namun sebaliknya harusnya menghargai sifat unik yang dimiliki
masing-masing manusia. Ini adalah pengingat yang indah bahwa seperti bunga,
kita mekar di waktu kita sendiri dan tidak usah terburu-buru karena kita
masing-masing hidup di zona waktu kita sendiri.
Masih
ada banyak lagi istilah maupun pemikiran-pemikiran yang menggunakan tumbuhan
untuk menjelaskan mengenai kehidupan manusia dan segala isinya. Bahkan kitapun
dapat membuat perumpamaan yang mengkaitkan kehidupan kita dengan tumbuhan
apabila kita telah melakukan pengamatan terhadap sifat-sifat yang dimiliki oleh
tumbuhan. Tidak hanya tumbuhan, ada banyak sekali fenomena di alam ini yang
sering digunakan untuk menggambarkan kehidupan manusia dan mempermudah
pemahaman kita mengenai cara kerja dunia ini melalui sesuatu yang dapat kita
amati sehari-hari.
Karena manusia adalah sang pemikir yang mampu menginterpretasi fenomena yang terjadi disekitarnya dengan cara mereka masing-masing.
(AL)Karena manusia adalah sang pemikir yang mampu menginterpretasi fenomena yang terjadi disekitarnya dengan cara mereka masing-masing.
PS. Awal ditulisnya opini ini berawal dari tugas blog "Pemodelan Fisiologi" yang lambat laun berubah menjadi "Pemodelan Filosofis". Karena saya sangat menikmati dalam menulis tugas ini maka saya memutuskan untuk tidak hanya menjadikan ini "tugas" namun sebuah artikel yang biasa saya tulis di blog. Cheers!
0 comments:
Post a Comment