Tuesday, May 5, 2020

, , , ,

PENGAMATAN RUANG DI TENGAH WABAH

man in empty room Stock Photo free download
Sebuah Ruangan (Source: freedesignfile)

“Mmm… sudah minggu ke-enam ya,” gumam kakak sambil mencoret tanggal di kalender kemudian meletakkannya di samping meja.

Hari ini April 20, 2020. Sudah enam minggu sejak kedua kakak beradik ini menetapkan untuk tinggal di dalam ruangan ini saja. Hanya keluar dan kembali lagi dengan plastik berisi barang belanjaan mereka. Mereka adalah anak rantau di pulau Jawa itu, merantau dari pulau Sumatera demi melanjutkan kuliah di sini. Si kakak sudah di tahun terakhir kuliah sedangkan si adik masih di tahun pertama kuliahnya.

Awalnya aku tidak paham mengapa mereka terus di ruangan ini. Tidakkah anak-anak ini berkuliah? Namun, tidak perlu tunggu lama untuk mulai memahami situasi di luar sana. Dari suara video yang diputar oleh salah satu dari mereka bahkan sampai doa-doa yang mereka ucapkan di malam hari. Aku tahu bahwa ada sesuatu yang tengah mengancam umat manusia. Sebuah wabah yang dipanggil oleh mereka dengan sebutan wabah virus COVID-19.

Virus yang menyerang sistem pernapasan manusia dan dapat menyebabkan mereka yang terjangkiti untuk mengalami gejala seperti batuk, demam dan sesak nafas. Oleh karena itu, orang-orang yang berkeluaran diwajibkan untuk menggunakan masker. Setidaknya, itulah yang kutangkap dari percakapan kakak adik itu karena setelah itu mereka mulai berdiskusi bagaimana mendapatkan masker ketika harga masker sudah mulai naik. Masker sekali pakai yang mereka biasanya gunakan telah habis sedari dulu dan saat ini kebutuhan masker medis lebih mendesak untuk para tim medis yang tengah berjuang melawan virus ini sehingga kakak beradik itu mengurung niat untuk membeli masker medis di toko online.

Untungnya, beberapa hari kemudian ada seorang ibu yang datang dari rumah ke rumah membagikan masker kain yang telah dijahit oleh para ibu di kompleks perumahan itu. Kakak beradik itu beserta anak rantau yang masih ada di perumahan itu masing-masing mendapatkan dua masker kain dari ibu-ibu tersebut. Kakak beradik itu girang karena keinginan mereka untuk memiliki masker terkabul, sekarang mereka lebih bisa berhati-hati di tengah wabah ini jika mereka belanja di luar.

Namun, hari-hari berlalu begitu saja. Awalnya, si Kakak menghitung hari tetapi lama kelamaan ia berganti menjadi menghitung minggu. Sepertinya pada minggu kedua atau ketiga, kakak beradik itu bertengkar hebat. Apakah terlalu lama di ruangan membuat suasana hati seseorang memburuk kemudian memicu pertengkaran?

Setelah kutelusuri dan dengarkan percakapan mereka dengan seksama, rupanya kedua kakak beradik itu sedang membahas rencana pulang kampung. Ah, itukah pemicu pertengkaran mereka?

“Kak, aku sudah tidak tahan. Aku ingin pulang saja,” sahut adik ke kakaknya yang sedang duduk di meja belajarnya.

Si Kakak menoleh adiknya kemudian mendesah, sepertinya mereka telah membahas ini sebelumnya dan si Adik sedang berusaha untuk mengubah kesepakatan yang telah mereka ambil sebelumnya.

“Kan, kemarin-kemarin sudah kita bahas. Kita gak akan pulang dengan kondisi di luar seperti ini. Bahkan ayah ibu menyetujuinya. Kita di sini aja sampai wabah ini selesai,” kata Kakak.

“Tapi kak… teman-temanku yang merantau juga sudah pada pulang! Kalau mereka bisa pulang, kenapa kita tidak boleh kak?”

“Karena kita ada nenek di rumah! Nenek sudah berumur 80 tahun ke atas, kalau sekali kena bisa bahaya. Emang sih kita sekarang tidak ada gejala apa-apa, tapi kan kita tidak pernah tahu. Pilihan terbaik yang dapat kita lakukan di kondisi saat ini, adalah tetap di sini!”

Mendengar itu, si Adik hanya bisa terdiam kemudian mendesah. Sepertinya, percakapan mereka pada hari itu tetap membuahkan kesepakatan yang sama dengan yang lalu. Melihat adiknya yang terlihat murung, si Kakak kemudian menghibur adiknya.

“Iya, kakak tahu, kalau ini susah. Saat ini kamu tahun pertama kuliah, tapi harus menahan diri untuk pulang rumah. Tapi, kita tunggu saja sebentar sampai wabah ini mereda, setelah itu kita pulang ya? Karena dengan ini kita bisa jaga keluarga kita dan orang-orang di sekitar kita,”

Si Adik hanya mengangguk pelan dan merekapun berpelukan. Malam itu, mereka mengucapkan doa bersama-sama agar wabah ini segera selesai dan bertelepon dengan keluarga mereka yang ada di pulau Sumatera.

*

Keseharian merekapun berlanjut seperti biasanya. Percakapan mereka tentang rencana pulang tidak lagi membuat mereka bertengkar. Selama 6 minggu ini, mereka menelepon teman-teman yang masih belum pulang seperti mereka, memberi kabar atau informasi yang sekiranya dapat meringankan teman-teman mereka dalam menjalani kesehariannya di perantauan. Terkadang mereka sendiri sering diberi bantuan oleh para tetangga berupa makanan dan kebutuhan sehari-hari.

Walaupun awalnya aku tidak terbiasa dengan kehadiran mereka selain pada malam hari atau pada hari libur, aku sekarang menikmati mengamati kedua kakak beradik ini dalam kesehariannya dan interaksi mereka dengan sesama umat manusia lainnya. Berkat mereka, aku dapat melihat sisi lain dari sifat manusia, terutama pada saat-saat seperti ini. Rupanya seperti kita, para tembok, manusia juga memiliki sisi-sisi yang berbeda pada diri mereka masing-masing.


Surabaya, 20 April 2020.

-TAMAT-


PS. Cerpen ini berdasarkan pengalaman pribadi dan awalnya diikutsertakan dalam lomba WFH UNAIR 2020 namun tidak shortlisted. Karena merasa sayang sudah dibuatkan namun tidak dibaca jadi saya post ini di blog personal saya dengan harapan bisa menjadi sarana saya untuk belajar mengenai penulisan dari teman-teman yang sekirannya mau memberi kritik dan saran membangun ataupun hanya sekedar membagikan cerita mereka ke saya di kolom komentar seperti saya membagikan cerita ini kepada Anda semua. Anyway, enjoy!

(ali)


Share:

2 comments:

  1. Keren, Kak!
    Narasinya aku suka! Btw, itu dari sudut pandang 'si tembok' ya? Kukira dari sudut pandang makhluk halus����

    Tapi, ada sedikit kesalahan. Penyebutan 'Kak' dalam dialog "Tapi kak... " itu bukannya K di awal kapital ya? Setahu aku begitu. Terus di dialog "Tapi kak... " lagi, setahuku elipsis ditulis setelah spasi, jadinya "Tapi, Kak ... " begitu.
    Sama di dialog "Iya, kakak tahu, kalau ini susah." kalo bisa tanda koma (,) dihapus salah satu, rasanya kalo begitu agak aneh, cuma pendapatku sih hehe. Terus huruf 'k' di awal kata 'kakak' harusnya kapital. Jadinya "Iya, Kakak tahu kalau ini susah."

    Maaf ya, Kak kalau aku sok tahu ^v^ Tapi secara keseluruhan udah bagus kok! Penggambaran tokohnya udah terasa, sifat tokohnya dah langsung keliatan dari percakapan sama narasinya.
    Semangat, Kak! o (>‿<✿)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahh, makasih masukannya! Noted untuk next penulisan~

      Delete