Sebagai mahasiswa yang pernah menjadi bagian dari sebuah organisasi dan juga mengadvokasi (ataupun menentang) perubahan di dalam organisasi tersebut, harusnya saya mengetahui tentang teori manajemen perubahan (change management) saat saya masih mahasiswa. Akan tetapi, teori maupun cerita-cerita seputar manajemen perubahan baru saya temui saat saya telah lulus dari bangku perkuliahan. Seandainya saya telah menemukan teori manajemen perubahan saat itu, mungkin rasa frustrasi yang luar biasa ketika menghadapi perlawanan terhadap perubahan bisa saja saya hindari. Ah, sayang sekali!
Walaupun begitu, manajemen perubahan tidak berkutat di organisasi yang kita geluti saat mahasiswa loh, tetapi juga berlaku pada perusahaan di mana kita akan bekerja nantinya. Jadi, tidak ada salahnya bagi kita untuk tahu apa itu manajemen perubahan dan bagaimana kita bisa memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam mengahadapi perubahaan nantinya.
Yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri (sumber: Freepik)
Perubahan ada dimana-mana, seperti es yang meleleh dan berubah wujud menjadi air ataupun perubahan fisik yang bisa kamu amati ketika membandingkan dirimu di depan cermin dengan fotomu sepuluh tahun yang lalu. Saya yakin, kamu juga bisa merasakan perubahan di tengah pandemi ini, karena saat ini kita semua dituntut untuk berubah dan menyesuaikan diri agar bisa bertahan hidup.
Nah, seperti manusia yang berubah untuk beradaptasi dan bertahan hidup, begitu pula dengan organisasi, perusahaan, maupun usaha-usaha kecil menengah lainnya. Mereka harus memiliki fleksibilitas untuk berubah agar bisa tetap relevan di tengah masyarakat.
Contohnya, sebuah organisasi di kampus akan menggunakan sosial media di era digital ini untuk mempromosikan acara-acara mereka ketimbang membuat mading ataupun membagikan poster. Mungkin dulu untuk mempromosikan sebuah acara, mereka akan membagikan dan menempelkan poster tetapi dengan adanya peningkatan penggunaan sosial media di tengah-tengah masyarakat, akhirnya mereka pun beralih ke sosial media dan bahkan dengan perubahan ini mereka bisa menjangkau orang-orang di luar lingkup kampus. Ini merupakan salah satu contoh perubahan yang telah terjadi dan tentunya akan ada perubahan-perubahan lainnya yang harus dilalui organisasi tersebut.
Sebagai individu di dalam organisasi, kita memiliki dua respons terhadap perubahan: menerima atau menolak. Tetapi mari kita membahas lebih lanjut mengenai penolakan terhadap perubahan atau 'resistance to change'. Jujur saja, kita semua pasti pernah merasakan tidak terima atau tidak senang ketika terjadi suatu perubahan, baik itu di tempat kita sekolah, kuliah, kerja ataupun di sekeliling kita. Contoh yang paling sederhana adalah jalan yang biasanya kalian lalui untuk berangkat kuliah ditutup dan kalian sekarang harus melalui jalan lain yang memakan waktu lebih lama. Wah, ini berarti kalian harus berangkat lebih awal supaya tidak telat dan juga akan ada penambahan di biaya perjalanan kalian karena sekarang jarak rumah dan kampus jadi lebih jauh dengan perubahan rute itu. Mungkin ada beberapa orang yang akan merasa biasa saja dengan perubahan itu, tetapi akan ada pula yang merasa sedikit jengkel dengan perubahan tersebut.
Loh, padahal tadi kan sudah bahas kalau perubahan itu ada dimana-mana, wajar dong kalau ada perubahaan? Benar sekali, perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa kita elak. Bahkan sepanjang sejarah, manusia sendiri selalu aktif untuk mencari perubahan dalam segala bentuk. Kita memang tidak selalu menolak perubahan secara otomatis, namun banyak orang menolak untuk diubah, atau dengan kata lain menghadapi perubahan yang dikenakan pada mereka.
Jadi, tentunya wajar bagi sebagian orang untuk memandang perubahan di sebuah organisasi sebagai sebuah ancaman bagi mereka. Ancaman itu bisa berupa kehilangan posisi atau kedudukan di organisasi sampai dengan hal yang sederhana seperti gangguan terhadap rutinitas yang telah ditetapkan. Walaupun sebenarnya bisa saja kita sendiri tahu bahwa perubahan itu, dalam jangka panjang, akan menguntungkan bagi kita, tetapi pasti pada saat bersamaan kita pasti memiliki kekhawatiran jangka pendek yang membuat kita menimbang-nimbang dan menentang sebagian atau seluruh aspek dari perubahan tersebut.
Oleh karena itu, kemampuan untuk menangani perubahan dalam organisasi itu sangat penting. Di sinilah kita mengenal frasa manajemen perubahan atau change management yang merupakan suatu proses yang dilalui sebuah organisasi untuk mencapai visinya atau keadaan masa depan yang diharapkan. Oleh sebab itu, menciptakan perubahan dimulai dengan menciptakan visi untuk perubahan dan kemudian memberdayakan individu-individu yang akan berperan sebagai agen perubahan untuk mencapai visi tersebut. Manajemen perubahan inilah yang akan memfasilitasi perubahan organisasi karena mencakup strategi dan program yang efektif agar agen perubahan tersebut mencapai visi barunya.
Tentunya, ada begitu banyak teori maupun strategi manajemen perubahan saat ini. Salah satu teori manajemen perubahan adalah Kotter's 8 Step Process of Leading Change atau 8 Langkah Kotter dalam Memimpin Perubahan yang digagaskan oleh seorang profesor, John Kotter, dari pengamatannya terhadap organisasi dan pimpinan yang tak terhitung jumlahnya saat mereka mencoba mengubah atau melaksanakan strategi mereka. Faktor-faktor keberhasilan organisasi maupun pimpinan inilah yang kemudian membentuk 8 langkah ini.
Kotter's 8 Step Process of Leading Change (sumber: kotterinc.com)
8 Langkah Kotter dalam Memimpin Perubahan dapat diuraikan sebagai berikut:
- Create a sense of urgency atau menciptakan rasa urgensi untuk melakukan perubahan dalam organisasi. Langkah ini adalah langkah pertama yang harus dilakukan untuk mempersiapkan perubahan dalam organisasi. Menurut Kotter, membangun rasa urgensi untuk perubahan adalah bagaimana kita melihat sebuah peluang itu sendiri. Peluang yang terbuka saat ini mungkin akan berlalu begitu saja jika kita tidak pandai memanfaatkan momen tersebut. Apabila anggota maupun tenaga kerja dapat melihat peluang atau kebutuhan organisasi untuk berubah, maka akan lebih besar kemungkinan untuk mereka mendukung perubahan dalam organisasi tersebut.
- Build a guiding coalition atau membentuk koalisi kuat yang memimpin perubahan di dalam organisasi tersebut. Langkah selanjutnya adalah mengumpulkan orang-orang yang mendukung perubahan ini dan membentuk sebuah tim atau koalisi yang akan membantu organisasi untuk merealisasikan perubahan ini secara cepat. Koalisi yang dibentuk harus terdiri dari anggota yang datang dari berbagai macam posisi dan fungsi di organisasi agar rencana perubahan dapat dikomunikasikan dan didukung oleh seluruh anggota organisasi.
- Form a strategic vision and initiatives atau membentuk visi yang strategis. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh koalisi adalah mengembangkan sebuah visi strategis yang dapat menggerakkan orang-orang di dalam organisasi untuk bertindak dan merealisasikan perubahan tersebut. Pada langkah ini, koalisi harus mengklarifikasikan bagaimana masa depan organisasi akan berbeda dengan kondisi saat ini atau masa lalu. Karakteristik dari sebuah visi strategis yang baik menurut Kotter adalah visi yang mudah dikomunikasikan, diinginkan, menciptakan sebuah gambaran verbal, fleksibel, dapat dilaksanakan, dapat dipahami, dan sederhana. Selain itu, Kotter juga menekankan bahwa data dan fakta saja tidak cukup untuk menarik orang-orang untuk bertindak, tetapi harus memperhitungkan perasaan orang-orang, karena pada dasarnya orang-orang lebih tergerak apabila upaya mereka memiliki sebuah makna dan tujuan yang berarti.
- Enlist a volunteer army atau membentuk pasukan relawan yang bersemangat terhadap perubahan tersebut. Perubahan skala besar hanya dapat terjadi apabila banyak orang mengakui peluang besar di organisasi mereka dan bergerak menuju arah yang sama. Alasan Kotter menyebutnya sebagai tim 'relawan' adalah karena untuk membentuk tim ini, kita perlu memberi orang-orang pilihan untuk berpartisipasi dan izin agar mereka memiliki keberanian untuk maju dan bertindak. Penting sekali bagi kita untuk dapat menumbuhkan rasa 'ingin' para anggota-anggota untuk berkontribusi. Kotter menyebut ini sebagai want to VS have to, yang artinya orang-orang yang memiliki kesempatan untuk berkontribusi untuk perubahan melakukannya karena mereka menginginkannya dan ini dilakukan berbarengan dengan tugas atau kewajiban sehari-hari mereka di organisasi tersebut.
- Enable action by removing barriers atau menyingkirkan hambatan untuk mendukung inovasi atau aksi. Dengan mengatasi hambatan seperti proses yang inefisien dan tradisi ataupun aturan kuno, para pimpinan dapat memberi ruang bagi anggotanya untuk menciptakan dampak nyata dalam organisasi tersebut. Untuk dapat mengatasi sebuah hambatan, tentunya kita harus dapat mengidentifikasinya terlebih dahulu. Pikirkan kembali apa yang menyebabkan upaya-upaya yang pernah dilakukan oleh organisasi untuk merubah sesuatu tetapi gagal di tengah jalan, ataupun upaya yang berhasil diterapkan tetapi ujung-ujungnya ditinggalkan. Tanggap terhadap hambatan yang ada selama proses menuju perubahan akan membuat organisasi lebih mudah untuk melangkah ke tahap selanjutnya.
- Generate short-term wins atau menghasilkan kemenangan jangka pendek. Seperti kita ketahui, perubahan merupakan sebuah proses yang membutuhkan waktu yang cukup lama, orang-orang yang bekerja untuk mewujudkan perubahan tersebut bisa menjadi jenuh apabila visi yang mereka targetkan belum kunjung tercapai. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengumpulkan dan mengomunikasikan kemenangan apapun - kecil atau besar - yang menunjukkan bahwa kita sedang bergerak menuju perubahan tersebut. Kemenangan tersebut dapat berupa langkah yang telah diambil, pembelajaran bagi anggota maupun organisasi, kemajuan atau peningkatan dalam proses, dll. Dengan mengomunikasikan maupun merayakan kemenangan tersebut, kita dapat meningkatkan semangat anggota-anggota di organisasi.
- Sustain acceleration atau mempertahankan laju perubahan. Langkah yang diambil selanjutnya setelah merasakan kemenangan setelah kemenangan adalah terus mendorong upaya-upaya untuk perubahan sampai visi yang ingin dicapai terealisasi. Terasa mudah bagi kita untuk bersantai-santai setelah berhasil mencapai beberapa sasaran jangka pendek, tetapi kita seharusnya memanfaatkan momentum tersebut untuk terus mendorong perubahan di dalam organisasi. Kredibilitas yang diperoleh dari kemenangan-kemenangan yang kita capai sebelumnya akan memudahkan kita untuk memperbaiki sistem, struktur maupun kebijakan yang menghambat perubahan. Pada langkah ini, Kotter menyarankan untuk meninjau kembali visi yang telah dibuat di awal agar kita tidak lupa dengan tujuan akhir dari upaya tersebut, lalu mengajak lebih banyak orang untuk ikut serta dalam proses ini, dan apabila ada anggota baru yang bergabung maka pasti akan ada rintangan baru yang harus diatasi.
- Institute change atau mengukuhkan perubahan dalam budaya organisasi. Perubahan yang berhasil diterapkan dalam organisasi bisa saja ditinggalkan begitu saja jika perubahan tersebut tidak dijadikan sebuah kebiasaan atau budaya. Untuk memastikan kebiasaan baru ini bertahan untuk jangka waktu yang lama, sangat penting bagi kita untuk mengidentifikasikan dan mengomunikasikan hubungan antara kebiasaan tersebut dengan keberhasilan yang telah dicapai organisasi. Membentuk kebiasaan, terutama kebiasaan organisasi, juga bukanlah hal yang mudah, dan memerlukan waktu bertahun-tahun. Oleh karena itulah, perubahan budaya bukan terjadi di awal transformasi melainkan setelah bertahun-tahun upaya perubahan. Menurut Kotter, tantangan utama dalam langkah ini adalah bagaimana kita dapat mengintegrasikan kebiasaan baru ini dengan kebiasaan lama organisasi yang masih efektif, sambil terus mengidentifikasikan dan mengatasi bagian-bagian yang inkonsisten.
Melalui 8 Langkah Kotter, kita tahu bahwa perubahan dalam organisasi bukanlah sesuatu yang dapat terjadi hanya dengan jentikan jari melainkan sebuah proses yang memakan waktu dan upaya yang besar. Langkah pertama sampai dengan langkah ketujuh Kotter adalah bagaimana organisasi membuat sebuah kebiasaan dan cara kerja yang baru di sebuah organisasi. Langkah-langkah tersebut merupakan fondasi agar perubahan yang diterapkan dapat bertahan lama, dan itulah inti dari langkah kedelapan: mempertahankan perubahan yang telah berhasil ditanam. Dalam merealisasikan perubahan, langkah-langkah ini saja tidak cukup karena diperlukan juga keterampilan-keterampilan lainnya.
Lantas, keterampilan atau skill seperti apa yang diperlukan untuk memimpin perubahan di dalam organisasi? Tentunya, keterampilan manajemen dan kepemimpinan sangat penting. Manajamen yang baik diperlukan untuk menangani kegiatan sehari-hari di organisasi, sedangkan kepemimpinan yang baik akan berguna ketika menghadapi situasi yang tidak terduga.
David Blumenthal, salah satu tokoh penting yang pernah berhasil memimpin perubahan pada sistem kesehatan US, juga menyarankan beberapa cara untuk secara efektif memimpin perubahan dalam sebuah organisasi. Walaupun artikel tersebut banyak menceritakan pengalamannya dalam bidang kesehatan, namun sarannya dapat berlaku pada siapa saja yang akan memimpin perubahan dalam organisasinya. Beberapa cara yang ia sebutkan adalah:
- ) Berkomitmen terhadap transparansi berarti kita harus terbuka untuk menyediakan informasi mengenai proses perencanaan, penyusunan maupun pelaksanaan perubahan kepada setiap anggota di organisasi. Dengan begitu, kita dapat menciptakan kredibilitas dan dukungan di dalam organisasi.
- ) Jadikan aktivitas 'mendengar' sebagai sebuah prioritas. Penting sekali untuk kita mendengar dan memahami pemangku kepentingan dalam organisasi atau orang-orang yang akan terpengaruh oleh perubahan ini agar kita dapat memperdalam kepercayaan anggota-anggota terhadap upaya yang dilakukan organisasi. Selain itu, cara ini juga memungkinkan kita untuk memperoleh banyak masukan maupun saran dari mereka.
- ) Berkomunikasi secara ekstensif kepada seluruh anggota di organisasi. Melalu komunikasi, anggota-anggota akan tahu perubahan seperti apa yang akan terjadi dalam organisasi dan mempersiapkan diri untuk menerima perubahan tersebut.
- ) Meyakinkan bahwa perubahan yang diinginkan dapat dicapai. Kita harus meyakinkan dan menekankan bahwa perubahan yang diterapkan dalam organisasi bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan dan dapat dicapai.
- ) Kemampuan menyusun narasi yang memotivasi. Dengan menyusun sebuah narasi yang menjelaskan mengapa organisasi mengambil keputusan untuk melakukan perubahan ini, dapat membantu anggota-anggota untuk lebih memahami apa yang sedang dilakukan organisasi.
Organisasi maupun perusahaan akan terus dihadapi dengan sebuah situasi yang mau tak mau mengharuskan mereka untuk merubah cara kerja, mengadopsi teknologi baru, dan bermacam-macam perubahan lainnya. Oleh karena itu, kemampuan pimpinan untuk dapat memanajemen perubahan akan sangat penting untuk mendapatkan hasil akhir yang diinginkan. Mungkin tidak semua teori maupun cara yang dibahas dalam artikel ini dapat diterapkan dalam organisasi maupun perusahaan kita berada, namun tujuannya akan tetap sama, yaitu meyakinkan orang-orang untuk melepaskan sesuatu yang sudah lama mereka ketahui dan menerima sesuatu yang baru dan tidak pasti.
(ali)
Referensi dan bacaan lain mengenai manajemen perubahan:
- Managing Change: An Overview | Artikel yang diterbitkan tahun 2000 oleh Lorenzi dan Riley yang membahas manajemen perubahan terutama dalam penerapan sistem informasi di latar kesehatan.
- Kotter's 8 Step Process of Leading Change | Website John Kotter yang memberi bacaan lebih lanjut untuk setiap 8 langkah Kotter. Di masa pandemi ini, kalian dapat mengunduh dan membaca PDF singkatnya, 8 Steps Process to Accelerate Change secara gratis.
- The Critical Skills for Leading Major Change in America's Health System | Artikel tahun 2017 yang ditulis oleh David Blumenthal yang pernah menjabat sebagai koordinator nasional US untuk TI kesehatan pada zaman pemerintahan Obama. Pada artikel ini, Blumenthal menceritakan pengalamannya saat implementasi awal teknologi informasi pada rumah sakit di US, dan apa yang dilakukannya dalam memimpin perubahan sistem kesehatan di US.
(Reader's Note: Sebagai lulusan Teknik Biomedis yang mempelajari hal-hal seputar industri kesehatan, artikel oleh David Blumenthal [poin 3] sangat menarik bagi saya, karena ia memberi contoh perubahan nyata di bidang kesehatan.)
Sangat membuka pemahaman dalam bagaimana cara merespon terhadap perubahan. Terima kasih !
ReplyDeleteTerima kasih telah membaca!
Delete