Monday, January 21, 2019

, ,

Aku dan Imlek Tahun 2018


Aku dan kawan-kawan merayakan tahun baru Imlek bersama-sama. Gara-gara mereka, aku tidak sendirian merayakan tahun baru.

Bertepatan pada bulan ini tahun lalu, sama seperti yang sedang kulakukan sekarang ini, aku menimbang-nimbang bagaimana caranya merayakan tahun baru Imlek di kota perantauan. Dulu di kota Surabaya, tempat aku berkuliah. Sekarang di Tangerang, tempat aku melaksanakan praktek kerja lapangan.

Memang sebagai mahasiswa yang merantau ke pulau Jawa, biaya tiket tidak akan murah. Apalagi tiket pesawat yang sekarang sudah naik. Toh, lagipula libur Imlek hanya sehari. Akhirnya, kuurung niat untuk pulang ke kampung halaman. Tak pernah menjadi pilihan pertama, namun selalu membayang di pikiranku. Seandainya, seandainya.

Sedih sudah pasti. Melebihi perayaan hari besar lainnya, hari raya Imlek mengalahkan semua tanggal merah yang ada di kalender. Mau seberapa lama tanggal merah tersebut, di hatiku hari raya Imlek lah yang paling kutunggu-tunggu. Aku bahkan bisa menghafal apa saja yang akan dilakukan seandainya aku pulang. Makan bersama keluarga besar di malam tahun baru Imlek, nonton kembang api di jendela rumah kakek nenekku dan ketika hari berganti, satu keluarga besar akan berkumpul dan bercengkerama di ruang tamu kakek nenek. Sungguh membosankan karena sudah dapat di tebak, namun tetap tak ingin kulewatkan setiap tahunnya.

Tetapi yang namanya merantau untuk ilmu, aku tidak bisa begitu saja memutuskan untuk pulang. Sedih sudah pasti, tetapi tabu untuk merayakan tahun baru dengan menangis dan bersedih. Mama bilang tahun baru itu harus disambut dengan senang biar sepanjang tahun kita bisa terus senang dan bahagia. Jika kita sambut dengan marah dan sedih maka sepanjang tahun pula kita akan dibuat sedih dan penuh amarah.

Yah, mungkin itu adalah mitos yang tak masuk akal. Namun, kepercayaan itu lah yang membuatku bangkit dari rasa sedih karena tidak bisa ikut meraykan bersama keluarga. Dengan tekad untuk menyambut tahun baru Imlek maka kurencanakan berminggu-minggu sebelumnya apa yang akan kulakukan saat hari raya Imlek datang.

Kuajak kawanku yang kebetulan senasib, di kota perantauan dan tidak bisa merayakan tahun baru Imlek bersama keluarga. Lalu kurencanakan perjalanan kami, mencari-cari tempat dan kegiatan yang kira-kira asyik untuk kita lakukan selama seharian penuh. Imlek pun datang, beribuan kilometer sana keluargaku merayakan tahun baru Imlek di rumah kakek nenekku sedangkan yang di Surabaya bersiap-siap untuk keluar.

Memakai sepasang pakaian baru yang telah dipersiapkan untuk tahun baru, mendandani wajah polos yang jarang sekali terolesi oleh bedak, serta mengikat dan melepas ikatan rambut sampai merasa puas dengan penampilanku hari itu. Hanya pada tahun baru Imlek, aku merasa harus lebih ekstra sebelum meninggalkan kamar kos. Kemudian, seperti yang aku rencanakan dengan kawanku, kita menghabisi waktu liburan imlek kami dengan puas. Hari itu, tak satupun dari kami menyentuh tugas kuliah. Pokoknya kita bisa melepaskan penat dan merayakan tahun baru sepenuh hati.

Tahun itu, Imlekku terasa berbeda. Tidak seperti rutinitas di rumah kakek nenek, tetapi tetap hangat untuk dikenang di malam yang berhujan ini. Sama seperti malam itu. Namun kamar kos yang ramai mengalahkan sunyi sepi yang disuguhkan oleh hujan. Ah, benar-benar hari raya yang sungguh berkesan.

Kalau hari raya mu bagaimana?

-ali


#katahatiproduction
#katahatichallenge
Share:

0 comments:

Post a Comment