Sunday, February 3, 2019

, , , ,

Sebuah Perspektif: Resensi Puisi – Seated Female Nude, 1921 oleh Faisal Oddang

Seated Female Nude, 1921 oleh M.C. Escher (Sumber: https://www.mcescher.com/gallery/early-work/seated-female-nude-iv/)


Beberapa hari yang lalu saya menantang diri saya untuk mengikuti “10 Kali Tantangan Menulis” dari Katahati. Mengikuti tantangan ini benar-benar melatih saya dalam menulis. Temanya pun sangat menarik dan saya sangat senang dapat turut serta dalam kegiatan ini. Salah satu tantangannya adalah menulis resensi puisi yang merupakan tantangan ketujuh. Sebagai gadis yang sangat menyenangi karya seni dan sastra, sebenarnya untuk memberi opini mengenai suatu sastra terdengar sangat menarik. Namun saya hanyalah seorang amatir dan di sini saya membagi secuil sudut pandang dari ribuan sudut pandang lainnya yang dapat dihasilkan dari interpretasi sebuah puisi.

Puisi yang saya pilih adalah hasil karya Faisal Oddang berjudul Seated Female Nude, 1921. Sejujurnya saya sendiri sangat tertarik dengan pilihan judulnya. Sebuah puisi berbahasa Indonesia yang diberi judul bahasa Inggris memberi kesan yang janggal dan juga sebuah pertanyaan. 


Mengapa judulnya seperti itu? 

Ketika saya membaca puisi tersebut saya mengetahui bahwa puisinya terinspirasi oleh karya seni rupa M.C. Escher yang merupakan seorang seniman asal Belanda. Saya sangat menyukai cerita di balik sebuah karya sastra dan mencoba untuk memahami motivasi seorang pensyair menulis karya-karyanya adalah hal yang menarik. Maka saya mencoba berselancar di Google untuk melihat karya M.C. Escher yang dimaksud – Seated Female Nude, 1921 – dan rupanya memang ada. 

Mungkin kumpulan puisi pada Three Worlds, 1955 oleh Faisal Oddang merupakan puisi apresiasi dan interpretasi terhadap karya seni M.C. Escher. Di puisinya Faisal Oddang bisa menghasilkan sebuah karya sastra dari sebuah lukisan, memberi interpretasi yang menurut saya sangat menarik apalagi jika melihat karya seni yang dimaksud oleh puisi. 

Puisi Faisal Oddang memaksa pembaca untuk membayangkan karya seni yang dimaksud oleh puisi. Saya sendiri memiliki gambaran karya seninya saat pertama kali membaca. Namun setelah melihat hasil karya seni ‘Seated Female Nude’ dan kembali membaca puisinya, ada hal baru yang saya dapatkan. “Beginikah perasaannya ketika melihat karya seni tersebut?” Saya seakan-akan dibawa ke sebuah galeri untuk melihat karya seni itu dan melihat inspirasi dibalik penulisan puisi Faisal Oddang. Sebagai penikmat sastra, saya dibuat kagum.



Seated Female Nude, 1921

Aku menebak apa yang dipikirkan
cahaya lampu tentang tubuhmu,
aku menebak apa yang tengah
kau renungi, jika sebenarnya
perkara paling rumit di dunia
ini adalah persoalan sederhana.

Apa yang kupikirkan tentang
sepasang puting susumu adalah
apa yang kau pikirkan tentang
sepasang bola mataku
; apa yang patut disembunyikan
jika kemaluan telah pindah
dari selangkang ke kepalamu?



Interpretasi puisi Seated Female Nude, 1921

Setelah membaca puisi tersebut serta melihat karya seni M.C. Escher kita akan mendapati bahwa Faisal Oddang sedang menggambarkan karya seni tersebut melalui puisinya seperti ‘cahaya lampu’, ‘apa yang tengah kau renungi’, dan ‘sepasang puting susumu’. Hal ini bisa kita amati bahwa cahaya lampu pada karya seni menunjukkan lampu sorot yang seakan-akan menyoroti model telanjang itu dari atas. Dengan gayanya, perempuan itu seolah-olah terlihat sedang berpikir dan karena telanjang maka kedua payudaranya terlihat. Ini semua dideskripsikan pada puisi ini.

Aku menebak apa yang dipikirkan
cahaya lampu tentang tubuhmu,

Puisi dimulai dengan menebak apa yang dipikirkan cahaya lampu, sebuah benda mati, terhadap tubuh perempuan yang telanjang itu. Biasanya cahaya, seperti lampu sorot, menyinari sesuatu yang sepatutnya diberi perhatian. Jika dalam dunia teater, tempat lampu sorot menyinari maka di sanalah perhatian penonton tertuju. Umumnya, tubuh yang telanjang bukanlah sesuatu yang sepatutnya diberi perhatian oleh orang-orang. Tubuh telanjang mungkin dapat disimbolkan sebagai hal yang tak lumrah atau tak sepatutnya. Sehingga penulis terkesan heran, mengapa tubuh yang telanjang diberi perhatian?


aku menebak apa yang tengah
kau renungi, jika sebenarnya
perkara paling rumit di dunia
ini adalah persoalan sederhana.

Melalui gaya perempuan yang memberi kesan sedang berpikir, penulis membayangkan apa yang kira-kira terbesit di pikiran si perempuan. Ia menulis bahwa apa yang mungkin dipikirkan oleh perempuan tersebut bisa jadi adalah hal yang sederhana. Menurut saya, baris ini menggambarkan kenyataan yang ada di luar sana. Manusia pada umumnya adalah makhluk berpikir, masalah yang mereka pikirkan terkadang menurut mereka adalah hal yang sulit padahal bisa jadi perkara sederhana. Namun, pikiran kita senang mempersulit masalah-masalah tersebut alias overthinking.


Apa yang kupikirkan tentang
sepasang puting susumu adalah
apa yang kau pikirkan tentang
sepasang bola mataku

Karena apa yang diperlihatkan oleh si perempuan itu adalah hal yang tidak sepatutnya, yakni telanjang, maka penulis maupun si perempuan telanjang memikirkan hal yang sama. Kedua orang tersebut seakan-akan sedang saling menghakimi, perempuan tersebut terhadap mata si penulis dan si penulis terhadap kondisi telanjang si perempuan. Maksud dari penulis adalah orang-orang yang biasanya sedang memperlihatkan sesuatu yang tidak patut akan tahu bagaimana orang-orang memandang dia, apalagi jika orang tersebut tahu ia sedang melakukan hal yang tidak seharusnya.


; apa yang patut disembunyikan
jika kemaluan telah pindah
dari selangkang ke kepalamu?

Di akhir puisi, penulis menutup bait terakhir dengan sebuah pertanyaan yang seakan-akan tertuju pada si perempuan telanjang itu. Karena apa yang diperlihatkan oleh si perempuan adalah hal yang tidak patut maka seharusnya si perempuan akan malu untuk menunjukkan mukanya di depan khalayak. Ini bisa disimbolkan dengan pemilihan diksi ‘kemaluan’ yang seperti kita ketahui adalah sesuatu yang sangat privat dan pada umumnya tidak kita tunjuk ke sembarang orang. Namun si perempuan yang telanjang telah menunjukkan ‘kemaluan’-nya ke banyak orang seperti halnya kita menunjukkan muka kita ke orang lain. 

Di sini, tanda baca titik koma pada puisi memberi sebuah makna sepadan dengan baris diatasnya. Penggunaan titik koma menurut saya memberi efek yang sangat kuat di akhir puisi. Sehingga pemaknaan pun bisa jadi berbeda. Menurut saya, pemaknaan bait terakhir dapat diartikan bahwa seseorang yang menunjukkan sesuatu yang tidak patut di masyarakat akan menjadi malu dan ingin menyembunyikan mukanya. 


Akhir kata dari seorang pembaca

Membaca puisi ini berulang-ulang dan mencoba untuk memaknainya baris per baris, saya sedikit banyaknya mencoba memahami apa yang kira-kira dipikirkan Faisal Oddang saat menulis puisi ini. Bisa jadi interpretasi saya salah, bisa jadi benar. Ini hanyalah persoalan perspektif. 

Namun melihat makna yang tersirat saat membedah puisi ini. Saya jadi tersadar bahwa Faisal Oddang tidak hanya mendeskripsikan karya seni M.C. Escher tetapi juga mengambarkan realitas masyarakat kita. Masyarakat kita yang senang memberi perhatian lebih pada kesalahan atau sesuatu yang tidak patut. Masyarakat yang senang menghakimi dan mempersulit suatu perkara. Lalu, apa yang akan dipikirkan oleh orang-orang yang melakukan hal yang tak patut? Adakah rasa malu terhadap perbuatannya?  Di mana ia harus menyembunyikan mukanya atau malah sudah tidak tahu malu?

Ah, mungkin saya yang banyak mikir. Perkara sederhana kok dipersulit.

#katahatichallenge
#katahatiproduction 

-ali

---------

Bagi Anda yang tertarik membaca karya-karya lain Faisal Oddang dapat membacanya melalui tautan ini: https://basabasi.co/puisi-puisi-faisal-oddang-three-worlds-1955/
Share:

4 comments:

  1. Wah, aku juga mengulas puisi yang sama! Apa boleh berdiskusi bersama, Kak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Boleh sekali kak! Saya sendiri tertarik dengan pandangan orang lain mengenai puisi ini.

      Delete
  2. Hai, aku suka sekali dengan pembahasan blog ini! Blow my mind! Your words are wonderful... Salam kenal kak Amelia Lita. Aku dari Bandarlampung. Let's share stories! Find me at email :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi, Salam Kenal Belen! Terima kasih! Senang sekali jika kamu suka dengan pembahasan puisi ini!

      Delete