Namaku Ujang, temanku
memanggilku Entut. Yah, biasanya setiap panggilan sayang pasti ada cerita seru
dibaliknya. Begitu pula denganku, tentu ada alasan mengapa orang-orang
memanggilku dengan panggilan “Entut” ini. Padahal, Ujang dan “Entut” itu jauh
banget kan. Kadang aku juga geleng-geleng kepala, keberuntungan macam apa yang
mengkawinkan aku dengan nama panggilan ini.
Nah, kata sohibku, “Bro,
lebih baik lu ceritain aja semua keresahan lu di secarik kertas. Gue jamin
nanti lu lebih tenang dan siapa tahu nanti permasalahan hidup lu bisa
diselesaikan.”
Oke, aku dengar sarannya
dan akhirnya jadilah tulisan ini. Tulisan ini kudedikasikan untuk
masalah-masalah yang selalu muncul di hidupku.
Aku yakin semua orang
pernah merasakan gugup, karena aku juga begitu. Ada nih temanku, kalau dia gugup
tangannya basah dengan keringat. Idih,
kalau mau berjabat tangan sebenarnya ogah tetapi karena sungkan akhirnya
tanganku harus ikut-ikutan basah. Seperti membasuh tangan, tetapi yang ini
dengan keringat temanku. Namun, menurutku ini masih mending daripada aku.
Sebasah-basahnya tangan, masih bisa dilap.
Beda lagi denganku.
Ketika aku gugup, aku punya suatu kebiasaan yang tak bisa kuelak. Kebiasaan itu
ialah kebiasan kentut. Mungkin kamu tidak akan percaya, tetapi ini benaran
terjadi ke aku setiap kali aku gugup.
Pernah suatu waktu ketika aku
menembak gadis yang aku sukai. Aku gugup sekali saat itu. Belum saja selesai
kalimatku, gas yang ada di perutku keluar begitu saja dengan suara yang besar
pula. Aku malu bukan kepalang tetapi untung Nina hanya tertawa kecil dan tidak
melihatku dengan jijik. Untung saja dia bilang ‘iya’ untuk
menjadi kekasihku.
Aku tahu, kalian pasti bilang
daripada gugup lebih baik aku menembak Nina lewat pesan daring. Toh, zaman
sudah berubah dan sekarang sudah zamannya membahas sesuatu yang serius itu
lewat layar telepon. Tetapi aku tidak mau, itulah sebabnya aku menembak Nina
secara langsung. Walaupun aku tahu aku pasti gugup dan pasti juga kentut.
Tetapi karena ketulusan hatikulah, akhirnya aku bisa menikahi Nina, gadis
pujaanku.
Eits,
tetapi tidak cukup sampai sana ceritaku.
Hidup selama 28 tahun
dengan kebiasaan kentutku ini, tentu membuatku terlatih untuk “menyembunyikan”
kentutku. Biasanya kalau aku akan kentut, aku akan membuat suara yang lebih
besar dari itu, seperti batuk atau berbicara lebih besar. Terkadang kawan yang
sudah kenal denganku pasti dibuat kesal denganku ketika berusaha menutup aibku
yang sudah mendarah daging dalam diriku.
“Udeh, kalau mau kentut.
Kentut aje, gak usah disembunyikan, Ntut!”
Tetapi walau udah
diketahui sama satu kompleks rumah bahwa “Ujang si tukang kentut”, aku tetap
punya harga diri dong yang harus kuperjuangkan. Jadi, dari aku menikah sampai
wawancara di perusahaan gede aku sudah melaluinya dengan cara-cara membuat
suara lebih besar dari kentutku. Semuanya berjalan lancar, aku hidup damai dengan
kentutku. Tidak ada orang yang di kantorku tahu bahwa aku adalah tukang kentut
sampai kejadian di pagi hari ini.
Pagi itu aku ada rapat
dengan petinggi-petinggi perusahaan dan aku sangatlah gugup karena aku sebagai pegawai baru akan
mempresentasikan kerjaanku selama tiga bulan di depan para bos gede. Perutku juga mulai mules sedari
pagi. Aku berkeringat dingin memikirkan aku akan kentut di rapat. Ini tidak boleh
terjadi, aku sudah bersusah payah menyembunyikannya dari rekan kerjaku.
Tetapi, memang tidak
biasanya perutku mules karena gugup. Ini pasti karena makan malam semalam.
Kemarin malam istriku ingin mencoba resep baru, alhasil ia memasak jengkol rendang
untuk makan malam kita. Waduh, bagaimana ini?
Saat itu, semua masih
terkendali. Aku berusaha untuk berbicara dengan suara yang besar sambil
sesekali menyilangkan kakiku yang berada tersembunyi di balik podium. Presentasi
saat perut lagi mules itu memang tidak enak. Akhirnya, tiba saatnya gas di
perutku ingin bebas dengan udara di luar. Aku bisa merasakan dirinya mendorong
melalui lubang pantat dan aku berbicara lebih keras lagi dalam presentasiku.
Akhirnya.
Akhirnya gasnya bebas.
Aku sedikit menarik napas lega sampai tiba-tiba seisi paru-paruku dan aku yakin
seisi ruangan berbau jengkol. Para hadirin rapat mulai menutup hidung mereka
masing-masing sambil melirik tajam mencari sumber bau. Aku tetap berusaha
tenang agar tidak ketahuan bahwa akulah sumber bau tersebut.
“Iya, jadi untuk
presentasi saya selesai di sini. Terima kasih atas perhatiannya.”
CROT!
Suara itu membuat hening
seisi ruang rapat. Celanaku basah dan kotor pagi hari itu dan aku terpaksa
meminta izin pulang untuk mengganti celana. Aku masih ingat balasan bosku saat aku meminta izin.
“Ujang, lain kali kalau
mau ke toilet pas rapat, bilang saja ya. Kita tunggu kok.”
Setelah itu, aku tidak lagi
memakan jengkol masakan istriku. Setidaknya, tidak kalau ada rapat keesokan harinya.
#katahatiproduction
#katahatichallenge
-ali
0 comments:
Post a Comment