Thursday, February 7, 2019

, , ,

Ujang, Si Tukang Kentut


Namaku Ujang, temanku memanggilku Entut. Yah, biasanya setiap panggilan sayang pasti ada cerita seru dibaliknya. Begitu pula denganku, tentu ada alasan mengapa orang-orang memanggilku dengan panggilan “Entut” ini. Padahal, Ujang dan “Entut” itu jauh banget kan. Kadang aku juga geleng-geleng kepala, keberuntungan macam apa yang mengkawinkan aku dengan nama panggilan ini.

Nah, kata sohibku, “Bro, lebih baik lu ceritain aja semua keresahan lu di secarik kertas. Gue jamin nanti lu lebih tenang dan siapa tahu nanti permasalahan hidup lu bisa diselesaikan.”

Oke, aku dengar sarannya dan akhirnya jadilah tulisan ini. Tulisan ini kudedikasikan untuk masalah-masalah yang selalu muncul di hidupku.

Aku yakin semua orang pernah merasakan gugup, karena aku juga begitu. Ada nih temanku, kalau dia gugup tangannya basah dengan keringat. Idih, kalau mau berjabat tangan sebenarnya ogah tetapi karena sungkan akhirnya tanganku harus ikut-ikutan basah. Seperti membasuh tangan, tetapi yang ini dengan keringat temanku. Namun, menurutku ini masih mending daripada aku. Sebasah-basahnya tangan, masih bisa dilap.

Beda lagi denganku. Ketika aku gugup, aku punya suatu kebiasaan yang tak bisa kuelak. Kebiasaan itu ialah kebiasan kentut. Mungkin kamu tidak akan percaya, tetapi ini benaran terjadi ke aku setiap kali aku gugup.

Pernah suatu waktu ketika aku menembak gadis yang aku sukai. Aku gugup sekali saat itu. Belum saja selesai kalimatku, gas yang ada di perutku keluar begitu saja dengan suara yang besar pula. Aku malu bukan kepalang tetapi untung Nina hanya tertawa kecil dan tidak melihatku dengan jijik. Untung saja dia bilang ‘iya’  untuk menjadi kekasihku.

Aku tahu, kalian pasti bilang daripada gugup lebih baik aku menembak Nina lewat pesan daring. Toh, zaman sudah berubah dan sekarang sudah zamannya membahas sesuatu yang serius itu lewat layar telepon. Tetapi aku tidak mau, itulah sebabnya aku menembak Nina secara langsung. Walaupun aku tahu aku pasti gugup dan pasti juga kentut. Tetapi karena ketulusan hatikulah, akhirnya aku bisa menikahi Nina, gadis pujaanku.

Eits, tetapi tidak cukup sampai sana ceritaku.

Hidup selama 28 tahun dengan kebiasaan kentutku ini, tentu membuatku terlatih untuk “menyembunyikan” kentutku. Biasanya kalau aku akan kentut, aku akan membuat suara yang lebih besar dari itu, seperti batuk atau berbicara lebih besar. Terkadang kawan yang sudah kenal denganku pasti dibuat kesal denganku ketika berusaha menutup aibku yang sudah mendarah daging dalam diriku.

“Udeh, kalau mau kentut. Kentut aje, gak usah disembunyikan, Ntut!”

Tetapi walau udah diketahui sama satu kompleks rumah bahwa “Ujang si tukang kentut”, aku tetap punya harga diri dong yang harus kuperjuangkan. Jadi, dari aku menikah sampai wawancara di perusahaan gede aku sudah melaluinya dengan cara-cara membuat suara lebih besar dari kentutku. Semuanya berjalan lancar, aku hidup damai dengan kentutku. Tidak ada orang yang di kantorku tahu bahwa aku adalah tukang kentut sampai kejadian di pagi hari ini.

Pagi itu aku ada rapat dengan petinggi-petinggi perusahaan dan aku sangatlah gugup karena aku sebagai pegawai baru akan mempresentasikan kerjaanku  selama tiga bulan di depan para bos gede. Perutku juga mulai mules sedari pagi. Aku berkeringat dingin memikirkan aku akan kentut di rapat. Ini tidak boleh terjadi, aku sudah bersusah payah menyembunyikannya dari rekan kerjaku.
Tetapi, memang tidak biasanya perutku mules karena gugup. Ini pasti karena makan malam semalam. Kemarin malam istriku ingin mencoba resep baru, alhasil ia memasak jengkol rendang untuk makan malam kita. Waduh, bagaimana ini?

Saat itu, semua masih terkendali. Aku berusaha untuk berbicara dengan suara yang besar sambil sesekali menyilangkan kakiku yang berada tersembunyi di balik podium. Presentasi saat perut lagi mules itu memang tidak enak. Akhirnya, tiba saatnya gas di perutku ingin bebas dengan udara di luar. Aku bisa merasakan dirinya mendorong melalui lubang pantat dan aku berbicara lebih keras lagi dalam presentasiku.

Akhirnya.

Akhirnya gasnya bebas. Aku sedikit menarik napas lega sampai tiba-tiba seisi paru-paruku dan aku yakin seisi ruangan berbau jengkol. Para hadirin rapat mulai menutup hidung mereka masing-masing sambil melirik tajam mencari sumber bau. Aku tetap berusaha tenang agar tidak ketahuan bahwa akulah sumber bau tersebut.

“Iya, jadi untuk presentasi saya selesai di sini. Terima kasih atas perhatiannya.”

CROT!

Suara itu membuat hening seisi ruang rapat. Celanaku basah dan kotor pagi hari itu dan aku terpaksa meminta izin pulang untuk mengganti celana. Aku masih ingat balasan bosku saat aku meminta izin.

“Ujang, lain kali kalau mau ke toilet pas rapat, bilang saja ya. Kita tunggu kok.”

Setelah itu, aku tidak lagi memakan jengkol masakan istriku. Setidaknya, tidak kalau ada rapat keesokan harinya.

#katahatiproduction
#katahatichallenge

-ali





Share:

0 comments:

Post a Comment